Tuesday, November 20, 2018

Beauty and the Bear

Hasil gambar untuk beauty and the beast
Beauty and the Bear
Kupikir dia akan berubah menjadi pangeran tampan. Ternyata si buruk rupa itu menjadi tambah jelek dari sebelumnya. Menjadi pangeran dengan perut berlipat tiga seperti beruang hamil!

"Kamu ingin memesan apa, Belle?" tanya Papa mempersiapkan Philips sebelum berangkat.

"Pisang lagi?"

"No, Papa!" sahutku menjerit.

"Oh iya, Papa ingat, kamu sampai tujuh kali ke kamar kecil karena--"

"Mawar!" Aku menutup wajah memerah. "Aku mau mawar, Pa!" kataku tegas melirik tetangga yang menonton kami.

Papa maju menepuk pipi merahku, "Wah, anakku yang cantik, tidak biasanya kamu memesan yang manis-manis, terakhir kali Papa ingat ... kamu meminta dibawakan jodoh berupa pangeran tampan kaya raya, satu peti emas, dan mumi fir'aun."

"Cukup, Papa!" Aku menahan malu. "Lihatlah kuda Papa yang hampir kering menunggu Papa. Berangkatlah!"

Aku melambai tangan. Aku tahu pertanyaan tadi hanya alasan untuk mencari muka tetangga. Nyatanya Papa begitu kikir, bahkan biasanya hanya membawakan pakaian kotor yang harus aku cuci.

"Oh Tuhan ... kapan hidupku akan berubah?" Lamunanku terhenti mendengar lonceng pada menara jam dinding, memunjukkan pukul 08.00 a.m. Aku pun berlari sembunyi di rumah. Kukunci pintu rapat-rapat. Karena, ini adalah waktunya dia ....

"Halo? Belle?" Suara di balik pintu itu terdengar kuat memanggil. "Belle!" 

Aku menghela napas berat. "Waktunya tepat, ini waktu Gaston untuk bertamu," bisikku. "Menjadi cantik itu merepotkan." Aku mengipas diri, menunggu Gaston mengering suaranya memanggilku. Aku tersenyum tipis. Meskipun laki-laki berotot itu hendak mendobrak, aku sudah memanggil pandai besi untuk melapisi pintu itu dengan palang besi, dan beruntung, tukang besi itu bekerja dengan tidak meminta upah, karena aku cantik.

***

Suara gedoran pintu itu membangunkanku, kuintipnya dari lubang kecil di pintu. Berdiri laki-laki tua yang tampak menyedihkan. Dia?

"Papa?!"

Tubuh Papa gemetar memberikanku setangkai mawar berduri. Aku terkejut sedih. Kututup mulut mungilku rapat-rapat mendengar cerita Papa. Aku menangis, "Papa mencuri mawar di taman istana, lalu menukarku sebagai ganti masa tahanan Papa?" Laki-laki berambut putih itu mengangguk, membelai rambut coklatku. "Baru kemarin aku berdoa agar hidupku berubah."

"Terkabullah sudah. Kalau kamu tidak betah, melarikan dirilah dengan satu peti emas, Papa melihat, makhluk itu menimbun harta rampasan perang yang bernilai mahal." Aku mengangguk paham. Aku akan pergi menunggangi Philips.

***

Pintu raksasa di depanku itu terbuka lebar, betapa mewahnya bangunan ini, ditumbuhi pilar-pilar marmer menawan. Ketakjubanku lenyap saat mendapati sebuah lilin, jam, gelas, teko menyapaku.

"Jangan kaget, nona," kata sebuah lilin. "karena tuan kami lebih menyeramkan dari kami." Lalu sebuah jam berwarna keemasan memukul kepala lilin karena telah menghina tuannya. Mereka saling memukul.

"Abaikan saja mereka," kata teko yang bersuara keibuan. Lalu cangkir kecil juga menyahut sama.

"Betul-betul-betul."

"Mana tuanmu?" tanyaku ramah mengangkat cangkir porselen kecil.

"Itu! Di belakangmu."

Baru kusadari bayang gelap yang daritadi membungkus tubuhku berasal dari makhluk di belakangku. Aku mengumpulksn nyali untuk bisa menatap sosok itu. Lalu berbalik. Kukatupkan bibir agar tidak berteriak. Kutelan teriakan yang berujung sendawa ke arah makhluk buas itu. "Ups, sorry ...."

Matanya yang hijau pun menyalang, tubuhnya yang kekar dipenuhi bulu lebat dengan dua tanduk di kepala mulai bergerak. "Anak pencuri!"

Aku menelan ludah. Aku berlari menjauh dari makhluk buru rupa itu. Dia tahu rencanaku.
"Jangan keluar! Bahaya!" Teriak teko porselen.

Aku tidak peduli. Aku tetap lari menuruni anak tangga, menunggangi Philips, berlari ke arah hutan yang diselimuti salju. Salju di bulan Juni. Aneh. Aku berbalik mendengar suara, bukan Beast yang mengejarku melainkan serigala-serigala lapar.

"Ayok Philips! Cepat!" seruku panik.

Philips melompat tinggi, tapi salah seekor serigala besar berhasil menjangkau kaki kiri Philips sehingga aku terjatuh dari Philips. Kuda putih itu mengerang kesakitan. Kematiannya di depan mata.

Beginikah akhir kisah Belle si beauty? Batinku menutup mata.

Lalu serigala-serigala itu mulai berjatuhan, terpelanting di atas pohon, masuk ke dalam lubang atau menabrak batu.

Makhluk itu yang melakukannya?

Dia menolongku. Aku pun bangkit berlari menuju Philips. Saat si buruk rupa itu berbalik melihatku, seekor serigala abu-abu berhasil menggigit bokongnya. Dia melonglong. Longlongan yang menyakitkan membuat semua serigala berlarian. Makhluk itu tersenyum, giginya yang panjang membuatku terkejut. Dia pun terjatuh.

"Kamu tidak apa-apa?" tanyaku khawatir. Napas makhluk itu naik turun. Bulu-bulunya mulai rontok. Daun mawar yang terakhir pun jatuh dari tangan makhluk itu. Sinar mata itu pun menghilang. Dan anehnya aku menangis. Makhluk itu lalu berubah.

Kupikir dia akan berubah menjadi pangeran tampan. Ternyata si buruk rupa itu menjadi tambah jelek dari sebelumnya. Menjadi pangeran dengan perut berlipat tiga seperti beruang hamil!

Pangeran itu membuka mata. "Aku kembali," tawanya berseri. Semuanya bahagia kecuali aku. Para penghuni istana berkumpul, bersuka cita. Pangeran masih tertawa, dengan perutnya yang naik turun.

"Jangan bahagia dulu Psngeran! Kamu harus membayar semuanya!"

Kami berbalik kaget. Seekor beruang hitam berdiri di depan.

"Bukankah kutukan itu sudah berakhir?" Pangeran tampak ketakutan.

"Kamu baru membayar bunganya, kamu harus membayar darah untuk keserakahan yang telah membunuh bangsaku, mencuri harta, dan mendirikan istana di tanah kami!" Mata itu menyalang.

“Sudah bukan?” tanyaku.

Kulihat di belakang beruang, Gaston berdiri tersenyum nyalang.

No comments:

Post a Comment