Thursday, November 22, 2018

Hari Yang Baik Untuk Es Krim


Hasil gambar untuk ice cream and child
Hari Yang Baik Untuk Es Krim

Hampir tidak ada manusia yang tidak menyukai makanan lembut meleleh di lidah, berwarna warni yang membuat menelan ludah, dengan cita rasa beraneka ragam, mulai dari rasa susu hingga bebuahan, followernya adalah bocah ingusan bahkan sampai bocah kumisan. Dia adalah es krim.

Bagiku, itu adalah makanan eklusif yang hanya bisa dinikmati anak pejabat dengan pulus yang mulus, sedang bagi anak bungsu dari delapan bersaudara, dengan gaji PNS Bapak yang pas-pasan, itu adalah takdir yang paling menakjubkan untuk terjadi!

Usiaku saat itu 8 tahun, hanya bisa melirik es krim yang dikemas menarik dengan gambar tokoh kartun. Jangankan untuk es krim, beli bakso saja harus ada adegan seperti ini!

"Mas-mas, banyakin kuahnya, ya!" Saat itu, tahun 2003, aku ingat kami sekeluarga menghabiskan momen romantis tuk bermalam minggu dengan membeli bakso seharga 5 ribu rupiah, dengan kuahnya sebaskom dan bakso kecil 10 butir.

"Ikaaaa! Sana beli mie instant 3!" titah Mamak memberiku uang 1500 rupiah. Aku pun berlari sekuat kuda, sembari membayangkan bakso yang akan dibagi 10 dengan mie, kuah, bakso daging sapi ditambah sambel, saus dan kecap. Aku menelan ludah.

Lamunanku terhenti ketika mendengar Bapak memanggilku, aku pun beranjak dari mini market, meninggalkan es krim yang berdiri indah di dalam etalase kaca. Dan berbalik sendu. Beliau mulai menstater motor dinasnya, meninggalkan kantor DEPAG.

Dengan jajan 300 rupiah--awalnya 200 rupiah, lalu ditambahkan 100 rupiah karena aku naik kelas, aku pun menabung setiap hari 100 rupiah, yang 100 rupiah kubelanjakan di sekolah, dan 100nya dikasih ke temanku bernama Sunarti, anak orang Makassar yang orangtuanya bekerja jadi tukang ojek.

Aku bertekad untuk makan es krim bersama Bapak!

Tabungan itu kutaruh di bawah kasur Mamak. Aku mencoba berhitung, sepertinya butuh 40 hari menyisihkan jajan untuk membeli es krim seharga 2000, dan jika beli 2 jadi 4000. Tak apalah!

"Tunggu saja es krim! Kalau tabunganku cukup aku akan beli kamu!" bisikku padanya, memandang etalase kaca toko, sembari menunggu Bapak di kantornya. Aku tak bisa membayangkan senyum cerah beliau yang meskipun ompong, tapi tetap gagah. Iyalah! Beliau kan Bapakku! Aku pun bertekad, "aku mau kaya biar bisa beli es krim!" Berbicara pada es krim seperti pembebasan tahanan seumur hidup, yang ingin kujilati dan lahap tanpa dikunyah, langsung telan.

Tak terasa hampir 2 bulan kumenabung, waktu itu hari minggu, aku pun berdebar membuka tabunganku di bawah kasur. Seperti kesetrum colokan, aku berteriak macam serigala yang meratap.

"ADA APA INI?" Mamak berhambur masuk.

"Uangku, Mak? Uangku?"

"Kenapa uangmu?"

"Uang yang kutabung setiap hari di sini sisa 1000 padahal kan harusnya 4000!" Aku pun mengerang menangis, "SIAPA YANG CURI UANGKU?" beberapa Kakakku yang sering membullyku berkumpul di depan kamar, bahkan mereka tertawa. Aku mengambil uang seribu receh itu kulemparkan ke wajah mereka, dan berlari sembunyi di atas pohon jambu batu di belakang rumah.

Mereka baku rebut uang di lantai. Tapi Bapak yang datang meminta kembali uang tabungan adik mereka yang sering kena bully-karena aku anak bungsu dan manja.

"Siapa yang ambil uang adekmu?"

"Bukan aku!"

"Aku juga bukan!"

"Ini mungkin!"

"Enak aja! Bukan!"

"Oh ini mungkin!"

Yang ditunjuk pun menelan ludah, "Aku pikir itu tidak ada yang punya!" Arif menggaruk kepala, "sudah kubelikan bakso!" dia bersendawa mengeluarkan wangi daging bakso beserta cabe dan sausnya.

"Huh makan sendiri!" Yanti mendorong kepala di depannya.

Sejak saat itu, aku tak pernah lagi menabung! Impianku makan es krim bersama Bapak telah punah! Bahkan sampai sekarang, tapi kini aku berdiri di depan etalase toko yang beraksitektur modern, kulihat es krim yang kudambakan telah berubah kemasan dan harga, kini seharga 7000 rupiah, dan Aku tentu bisa membelinya! Setelah 15 tahun lamanya!

Aku bahagia bisa membelinya, sungguh aku bisa memegang kemasannya, membuka bungkusnya, mencium aroma vanila susu, merasakan dinginnya es krim ini sampai mengepul asap es. Gerimis diujung mataku segera kusapu.

 Dahulu, waktu kecil aku meminta pada Tuhan untuk bisa ke sorga, biar bisa makan es krim bersama Bapak. Kini, kulakukan hal yang sama sembari menikmati manisnya es krim di hari yang baik.

1 comment: